Thursday, March 14, 2013

TAMAN HUTAN IR. H. DJUANDA, GOA BELANDA DAN GOA JEPANG





 
Perjalanan dari Lembang menuju kawasan wisata tersebut memakan waktu sekitar 30-40 menit. Berhubung kita berangkat ke Lembang pagi-pagi, jadi begitu kita turun ke kawasan Dago, jalanan terasa lancar (malah yang menuju Lembang macetttt abisss.. hahaha..).
Beneran aja, sekitar 40 menit kemudian, kita sudah sampai di kawasan Taman Hutan Ir. H. Djuanda. Disana kita harus beli karcis masuk seharga seharga Rp. 10.000/orang + biaya parkir Rp. 3.000/mobil. Hehe..ternyata sama lagi harganya dengan tiket masuk ke floating market.
Dari tempat parkir dekat kawasan taman hutan itu kita bisa langsung jalan menyusuri hutannya ke Goa Jepang. Jalannya ngga terlalu jauh ± 500m, kita sudah sampai di Goa Jepang.Disepanjang jalan di hutan, suasananya sangat teduh, kita juga bisa sambil foto-foto pemandangan hutan yang asri membuat perjalanan yang 500m itu seperti ngga berasa, lagi pula jalannannya pun sudah dibuatkan trotoar.
Begitu sampai di Goa Jepang, langsung deh ada emang-emang yang nawarin senter buat masuk ke dalem goanya.Yah, dipikir-pikir daripada didalem malah kesandung karena gelap, kita langsung mau aja ditawarin senter. Lagian harga sewa senternya cuma Rp. 2.500/senter… Dengan membawa senter kami langsung masuk ke dalam goa.. Eeehhhh.. begitu sampai di goa, malah datang lagi emang-emang nawarin jadi tour guide. Lagi-lagi, karena kita cewe berdua doing, kita mau aja deh ditemenin sama si emang.
*Jasa tour guide awalnya sih nawarin  Rp. 25.000, tapi akhirnya kita tawar jadi Rp. 10.000 saja.. hehe..
Di Goa Jepang, seruu.. Karena didalam goanya gelap banget, walaupun udah pake senter 3biji tetep aja ga cukup terang. Kondisi Goa Jepang menurut saya agak kurang terawat. Batu-batunya banyak yang copot, dan di salah satu ujung goa, kami melihat ada orang iseng yang mencoret-coret tembok goa. Capedehhhh… Padahal kan harusnya kita menjaga warisan sejarah Bangsa Indonseia, ini malah merusak!!
Goa Jepang ternyata tidak terlalu besar.Kita keliling-keliling sebentar, langsung menemukan pintu keluar goa 3.Oya sebelumnya mau kasi tau, kalau Goa Jepang memiliki pintu goa sebanyak 4 buah.Sebenarnya pintu goa ke-5 sudah digali, namun karena disana ditemukan mata air, maka pemnggaliannya tidak lagi dilanjutkan.
Dari Goa Jepang, saya dan Irma langsung menuju goa selanjutnya, yaitu Goa Belanda. Goa Belanda berjarak ±1km dari Goa Jepang, perjalanan menuju Goa Belanda kita semua melewati jalanan berupa sebagian trotoar batu tipis, sebagian lagi jalanan aspal. Jadi perjalanannya sudah tidak ada lagi yang berupa tanah. Karena kali ini perjalanannya lebih jauh, kita lumayan merasa lelah juga. Hehe.. Tapi lumayan lah sekalian olahraga…
Begitu sampai di mulut Goa Belanda, ngga lupa kita foto-foto dulu, sewa senter dan sewa jasa tour guide dengan harga yang sama. Ternyata Goa Belanda lebih luas dari Goa Jepang, selain lebih luas, Goa Belanda jauh lebih terawat disbanding Goa Jepang, hal ini karena semenjak Tahun 1970an, Goa Belanda sudah direnovasi sebanyak 3 kali, sedangkan Goa Jepang belum pernah direnovasi.
*Hasil renovasinya begitu terasa. Dinding dan atap Goa Belanda dicat putih, dengan lantai yang sudah disemen ulang, sedangkan Goa Jepang masih berupa batu-batu pahatan yang tidak beraturan, sehingga Goa Belanda terasa tidak telalu menyeramkan (tapi tetep aja kalau ditinggalin sendiri sih bakalan nangis goak-goak.. Hihi…).

Didalam Goa Belanda pertama kami menuju kearah kanan disana Bapak tour guide menunjukkan ada 9 buah lobang menuju arah tengah goa. Begitu sampai di lobang ke 9, kita putar balik dan belok kanan di lobang ke-6, disana kita melewati tengah goa dan menuju goa paling kiri, yang ternyata mentok di lobang ke 6.
Di lobang paling depan di sayap kiri Goa Belanda kita ditunjukkan penjara didalam goa yang lumayan horor.. Hehe.. gimana ngga, saya tanya “Pak, knya ditutup kalau pintu penjaranya ditutup pakai jeruji bisaa kan?” Bapaknya bilang “Ngga neng, ini ditutup pakai pintu besi yang berupa lembaran.” Heee..gilee, kejam banget yah, padahal kan itu di dalam goa pasti pengap banget.

Dari Goa Belanda, kita berdua langsung menuju keluar, kembali ke Taman Hutan Djuanda. Ternyataaa… cape bangettt, jalanannya nanjak terussss.. Ooohhh ternyata dari awal datang, kami ngga ngerasa cape karena jalanannya turun. Begitu balik, jalanannya nanjak. Saya dan Irma yang ngga biasa olahraga langsung kecapean. Hahahaha..

Selesai dari Taman Hutan Djuanda, Goa Belanda, Goa Jepang, waktu sudah menunjukkan pukul 15.30, ngga kerasa perut udah minta diisi lagi. Hehe.. Jadi langsung deh kita berdua menuju Restoran Sushi Den yang beralamat di Jalan Hariangbanga.

Makan sushi disana sampai pukul 16.30, terus kita langsung deh pulang dengan hati yang senang, bukan hanya karena saya main-main saja, tapi juga senang karena kami berdua dapat berkumpul kembali dan merayakan waktu yang menyenangkan bersama-sama.

Sekian dulu yahh, cerita saya tentang perjalanan ke Lembang dan Taman Hutan Ir. H. Djuanda, Goa Jepang sama Goa Belanda.. Nanti pasti bakalan saya update terus tentang perjalanan saya yang lainnya, tentu dengan cerita yang ngga kalah seru dan menyenangkan...

LEMBANG KOTA WISATA


Akhirnya setelah dari Bromo, saya punya kesempatan lagi buat jalan-jalan. Hehe.. Jalan-jalan saya kali ini adalah ke Lembang. Lembang ngga jauh dari Bandung, kalau dari Pasteur dan ga macet paling 30-40 menit sudah sampai di kota Lembang. Lembang menjadi salah-satu alternatif untuk saya, keluarga maupun teman-teman untuk berwisata. Alasannya bukan hanya dekat, tapi juga sangat menyenangkan. Kalau pada mau tau ngapain aja sih kalau saya dan teman atau keluarga kalau ke Lembang, meningan kita simak aja yuk perjalanan menyenangkan saya kali ini di kota Lembang.

Perjalanan saya ke Lembang kali ini adalah karena ajakan teman dekat saya yang namanya Irma.. Kebetulan perjalanan saya dan Irma kali ini karena memang hari libur nasional (Hari Raya Nyepi, Jumat 12 Maret 2013). Kami sengaja pergi dari rumah pagi-pagi. Sekitar pukul 08.00 kami sudah di jalan menuju tujuan pertama saya di Lembang, yaitu tempat berdoa bagi Agama Katolik yang namanya Karmel.

Sekedar informasi, kalau Karmel merupakan tempat bagi umat Katolik untuk berdoa kepada Bunda Maria (karena di sana ada Goa Maria), melakukan doa jalan salib (mengenang kembali kisah sengsara dan wafatnya Yesus Kristus), disana juga ada replika jenazah Yesus setelah disalibkan. Karmel juga merupakan tempat tinggal bagi para suster serta juga ada gereja.


Kalau saya ke Karmel ngga lengkap rasanya kalau ngga berdoa di Goa Maria. Biasanya sebelum berdoa di Goa Maria kami membeli lilin, untuk ditaruh di tempat lilin di dekat Goa Maria (saya sih yakin, kalau lilin yang kita pasang sebelum berdoa disana akan menerangi doa-doa kita kepadaNya).

Ga usah takut kalau datang kesana dan ngga bawa lilin, karena di dalam sudah ada yang menjual lilinnya harganya lilinnya murah kok, cuma Rp. 1.000 untuk yang ukuran kecil, dan kalau yang besar banget Rp. 50.000. Yang membuat lilinnya adalah para suster yang tinggal disana, dan dibantu oleh 2 orang pekerja. Di dalam toko yang menjual lilin itu, kalau kita datang kesana hari jumat, bisaanya juga menjual berbagai macam sayuran yang ditanam langsung oleh para suster dengan harga yang sangat terjangkau. Menyenangkan deh kalau kita datang kesana pas hari jumat, karena bukan cuma kita bisa berdoa disana, tapi juga bisa sambil beli sayuran segar tanpa harus ke pasar. Hehe..

Setelah dari Karmel, biasanya saya jalan sedikit ke luar Karmel untuk makan atau beli buah-buahan (mobilnya sih titip aja bentar di Karmel.. hehe..). Kalau kali ini jalan untuk makan di Rumah Makan Lembang yang menjual mie yamien+baso. Rasanya sangat enak dan pas bagi lidah kami, dengan harga yang cukup terjangkau Rp. 22.500 plus porsi yang buanyaak..
*bagi yang ngga terlalu suka makan mie, masih bisa beli ketan bakar yang banyak dijual di depan trotoar, atau buat yang kalau makan harus selalu makan nasi sih, bisa nyebrang dari Rumah Makan Lembang untuk makan di Ayam Brebes (jualnya ayam bakar, ayam goreng, lotek, sayur asem dll), kalau yang lebih tertarik makan chinese food, bisa jalan ke ujung jalan dari Rumah Makan Lembang, namanya Restoran Mandarin.

Setelah makan di Rumah Makan Lembang, saya kembali ke Karmel untuk ambil mobil, dan melanjutkan perjalanan selanjutnya ke Koperasi Susu (KSPBU Lembang), karena disana merupakan induk koperasi susu, jadi harga susu disana sangat murah, harga susu 1liter hanya Rp. 4.000, bandingkan kalau di Bandung harga susu perliter bisa mencapai Rp. 7.000-10.000, saya dan Irma membeli susu masing-masing 1liter (untuk perbaikan gizi, maklum kalau di Bandung kan ngga tinggal sama ortu.. hehe..). Selain susu, disana juga dijual yogurt berbagai rasa (pergelas atau perliter), serta susu gelas berbagai rasa.
*kalau ada yang ngga suka yogurt karena rasanya yang telalu asam, kalian bisa beli di koperasi ini, karena rasanya ngga terlalu asam dan cenderung manis.. hehe..

Dari Koperasi Susu, kami melanjutkan perjalanan ke Floating Market. Bagi yang belum tahu, lokasinya sejalan dengan perjalanan pulang ke Bandung (di belakang Grand Hotel Lembang). Untuk masuk ke kawasan wisata Floating Market, kita harus membayar tiket masuk seharga Rp. 10.000/orang + biaya parkir Rp. 3.000/mobil.
*tiket masuknya itu didalamnya berisi voucher minuman, yang bisa ditukar dengan minuman nestea, milo, atau kopi-kopian..hehe.. lumayan lah..
 
Begitu masuk ke kawasan wisatanya, kita langsung disuguhi pemandangan danau buatan sangat indah. Sambil jalan-jalan menuju kawasan floating market, kita juga bisa menyusuri taman-taman yang juga ngga kalah indahnya.
Ada kawasan taman angsa, taman kelinci, jembatan bambu, kalau udah kecapean (padahal deket.. hehe..), bisa juga santai-santai dulu di rumah-rumah kecil (kaya pondokan atau saung gituu..) dengan gratis (tapi kalau sabtu minggu dan hari raya, jangan harap dapet deh saung-saungannya, pasti penuh bangettt… hikss..)
Jalan lagi menuju floating marketnya, kita juga bisa mampir dulu di kampung leuit. Disana ada sawah plus saung-saungannya (ngga lupa.. hehe..), jadi buat orang kota yang belum pernah liat sawah, bisa mampir dulu ke kampung leuit buat sekedar foto-foto narsis.. hehe..
 
Ngga jauh dari kampung leuit nyampe deh kita di floating marketnya. Konsepnya sih ngikutin floating market yang ada di Thailand, tapi tentu dengan gaya Indonesia. Di floating market, banyak dijual makanan, baju, serta ada juga yang jual tanaman. Mereka berjualan diatas perahu kecil, sambil menepi di danau (perahunya ngga kemana-kemana alias diem aja), jadi jangan takut kalau mau beli sesuatu ternyata si mbanya keburu pergi. Hehehe..
Makanan yang dijual oleh si mba dan mas-mas di atas perahu, ada steamboat, rujak, aneka gorengan, bakso, masakan jamur (mulai dari sate jamur, oseng-oseng dll), durian bakar dan masih banyaakk lagi. Tapi yang akhirnya saya beli adalah tutut. Hahaha..iya, tutut.. nyam nyammm.. karenatututnya itu bukan hanya dimasak dengan bumbu original saja, tapi juga ada tutut rendang, tutut balado, tutut lada hitam. Hehe.. Waktu itu saya makan tutut rendang dan Irma makan tutut original dengan harga masing-masing Rp. 15.000.
*Yang lucu dan ribet di floating market adalah, kalau kita bayar harus tukar koin dulu, dimana koinnya ada yang seharga Rp. 5.000 dan Rp. 10.000, tau ngga kenapa ribetnya?? Hehe..Tentu aja jadi ribet karena kalau mau beli makanan, kita harus tuker uang dulu jadi koin yang mana kasirnya cuma ada 1. Hahaha…
Setelah selesai makan, kita berdua langsung menuju mobil dan bergegas ke lokasi berikutnya. Lokasi berikutnya kali ini baru direncanakan setelah kami naik mobil dari floating market. Karena waktu baru menunjukkan pukul 12.00, Irma langsung ajak saya untuk menuju Goa Belanda dan Goa Jepang. Hahaha.. *liar.com